Senin, 14 Desember 2015

Sistem Kerja Paksa

1. Kerja Paksa
Kerja Paksa adalah semua pekerjaan atau jasa yang dipaksakan pada setiap orang dengan ancaman hukuman apapun, dikarenakan orang tersebut tidak menyediakan diri secara sukarela.
Secara hukum, Indonesia sudah menghapuskan kerja paksa. Indonesia telah
menjadi anggota ILO sejak tahun 1950 dan International Labour Organisation (ILO) telah mengeluarkan Konvensi no 105 mengenai Penghapusan kerja paksa pada tahun 1957 untuk lima situasi khusus yaitu:

Sebagai sarana paksaan politik atau pendidikan atau sebagai hukuman karena mempunyai

atau mengutarakan pendapat politik atau pendapat yang secara ideology berlawanan dengan sistem politik, sosial atau ekonomi yang sudah terbentuk;
Sebagai metode untuk memobilisasi dan menggunakan tenaga kerja untuk tujuan tujuan pembangunan ekonomi;
Sebagai sarana disiplin kerja;
Sebagai hukuman karena telah ikut serta dalam pemogokan;
Sebagai sarana diskriminasi rasial, sosial, warga negara atau agama.


Gambar Pada Sistem Kerja Paksa

2. Kerja Paksa Pada Masa Penjahahan Belanda

Belanda adalah salah satu negara yang melakukan kerja paksa di Indonesia. Belanda mempunyai 2 sistem kerja paksa, yaitu :
- Tanam Paksa = Petani dipaksa menanam tananan yang ditentukan oleh Belanda dan hasil panennya harus dijual kepada Belanda dengan harga yang murah.
Kerja Rodi = kerja tanpa upah, tanpa istirahat demi membangun sebuah benteng dan jalan raya, tanpa membantah apa yang telah diperintahkan oleh tentara Belandadan menuruti apa yang diperintahkannya.
Gambar Kerja Paksa Pada Masa Penjajahan Belanda


  •    Tanam Paksa
Culture stelsel yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa, adalah Petani dipaksa menanam tananan yang ditentukan oleh Belanda dan hasil panennya harus dijual kepada Belanda dengan harga yang murah. peraturan ini dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
     Pada praktiknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayahpertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahanBelanda. Wilayah yang digunakan untuk praktik culture stelsel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian.
     Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940. 
Gambar Sistem Tanam Paksa

           - Latar Belakang Timbulnya Sistem Tanam Paksa
                       Sejak awal abad ke-19, pemerintah Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai peperangan, baik di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan Belgia) maupun di Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar.
                  Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebrangkrutan maka Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang. Untuk melaksanakan tugas yang sangat berat itu, Van den Bosch memusatkan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor

  •    Kerja Rodi
     Kerja Rodi memiliki arti kerja tanpa upah, tanpa istirahat demi membangun sebuah benteng dan jalan raya, tanpa membantah apa yang telah diperintahkan oleh tentara Belanda, dan menuruti apa yang diperintahkannya.
      Setelah lebih kurang 200 tahun berkuasa, akhirnya VOC (Kompeni) mengalami kemunduran dan kebangkrutan. Hal ini disebabkan banyak biaya perang yang dikeluarkan untuk mengatasi perlawanan penduduk, terjadinya korupsi di antara pegawai-pegawainya, dan timbulnya persaingan dengan kongsi-kongsi dagang yang lain. Faktorfaktor itulah, akhirnya pada tanggal 31 Desember 1799, secara resmi VOC dibubarkan. Kekuasaan VOC kemudian diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda. Hal ini secara tidak langsung memengaruhi koloni Belanda di Indonesia. Perubahan politik yang terjadi di Belanda, merupakan pengaruh revolusi yang dikendalikan oleh Prancis.
      Dalam revolusi tersebut, kekuasaan raja Willem V runtuh, dan berdirilah Republik Bataaf. Tidak lama kemudian Republik Bataaf juga dibubarkan dan Belanda dijadikan kerajaan di bawah pengaruh Prancis, sebagai rajanya adalah Louis Napoleon. Pada tanggal 1 Januari 1808 Louis Napoleon kemudian mengirim Herman Willem Daendels sebagai gubernur jenderal dengan tugas utama mempertahankan pulauJawa dari ancaman Inggris. Juga diberi tugas mengatur  pemerintahan di Indonesia. Pada tanggal 15 Januari 1808 Daendels menerima kekuasaan dari Gubernur Jenderal Weise. Daendels dibebani tugas mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, karena Inggis telah menguasai daerah kekuasaan VOC di Sumatra, Ambon, dan Banda. Sebagai gubernur jenderal, langkah-langkah yang ditempuh Daendels, antara lain:
1)    Meningkatkan jumlah tentara dengan jalan mengambil dari berbagai suku bangsa di Indonesia.
2)    Membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
3)    Membangun pangkalan armada di Anyer dan Ujung Kulon.
4)    Membangun jalan raya dari Anyer hingga Panarukan, sepanjang ± 1.100 km.
5)    Membangun benteng-benteng pertahanan.
Gambar Kerja Rodi